PASAR SUMBER COVID-19

Sejawat Asep Purnama menurunkan berita ihwal banyaknya kedapatan pedagang pasar yang positif Covid-19 di Jakarta. Saya kira semua pasar di Indonesia juga begitu.

Minggu lalu diberitakan ada 100-an pedagang dari 18 pasar di Jakarta yang positif Covid-19. Mengerikan oleh karena dengan jarak yang tidak terjaga di tengah kerumunan, hampir pasti penularan menyambar lebih banyak orang terdampak.

Kita tahu kehebatan Covid-19 pada daya tularnya yang luar biasa gesit. Bahkan kemarin terungkap dari sebuah studi bahwa dengan berubah sifatnya Covid-19 (bermutasi), daya tularnya semakin mengerikan. Jangankan tidak menaati protokol kesehatan, masih dengan lengkap mematuhi protokol kesehatan standard saja pun mungkin masih belum cukup untuk bisa lolos terkena infeksi. Apabila kita memasuki lingkungan pasar, misalnya.

Pasar ditempati oleh orang-orang yang tidak semuanya terdidik, yang bisa memahami sepenuhnya cara tular Covid-19, dan hanya tahu keharusan memakai masker, tidak boleh dekat, dan wajib cuci tangan. Tapi kondisi pasar yang demikian tidak memungkinkan terkendali soal menjaga jarak. Semua saling berdekatan, dan itu yang menjadi satu celah besar potensi Covid-19 menyelinap menularkan kepada semakin banyak orang.

Pengunjung pasar pun, maaf, tidak seluruhnya orang terdidik yang bisa sungguh memahami bagaimana persis Covid-19 bisa ditularkan, bukan sekadar hanya patuh memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Kenyataannya di balik kepatuhan protokol kesehatan saja agaknya tidak memadai, kalau orang masih mengobrol, masih bercanda, atau tidak tepat menggunakan masker, atau tidak memahami bahwa Covid-19 juga bisa menempel pada uang kertas, pada semua permukaan barang dagangan, pada bagian mana Covid-19 yang disemburkan batuk dan bersin orang pembawa Covid-19 akan jatuh oleh gravitasinya. Bahkan sekadar mengeluarkan napas dan bercakap-cakap saja sudah bisa menyemburkan Covid-19 bila dalam tubuh yang bercakap sudah ada Covid-19. Bayangkan kalau pembawa Covid-19 itu seorang pedagang yang melayani puluhan mungkin ratusan pembeli di pasar. Kendati memakai masker, masih ada celah udara napas tersemburkan, selain bila tidak tepat memakai masker, atau mencopot masker, maka semburan bervirus itu masih mungkin terjadi.

Perhatikan infografik di bawah ini, yang menggambarkan penularan Covid-19 bukan saja secara droplet 2 meteran saja ketika di awal dulu kita mengetahuinya, melainkan kemudian kedapatan bahwa ternyata juga ada semburan butiran droplet yang lebih halus bernama microdroplets, yang disemburkan bersin sejauh lebih dari 6 meteran dengan laju yang tinggi, semburan batuk lebih dari 2 meteran, sedang dari semburan bernapas saja Covid-19 akan jatuh ke tanah sekitar 1,5 meter. Itu maka di lantai pasar yang ada pedagang yang positif Covid-19, sudah banyak Covid-19 bertebaran, yang bila menempel pada alas kaki pengunjung pasar, akan terbawa pulang ke rumah. Semua itu diasumsikan apabila orang tidak memakai masker atau mencopot maskernya, atau memakai masker yang tidak tepat.

Semburan batuk dan bersin dari pembawa Covid-19 masih sempat berterbangan di udara tercemar pasar selama beberapa menit sampai jam, bila batuk dan bersin itu keluar dari pedagang yang positif Covid-19. Aerosols semburan halus, dengan ukuran sangat renik yang masih memungkinkan menembus masker yang tidak standard medis, atau yang bila salah menggunakannya, yang kadang dilepas, atau masker yang sering dipegang tangan, atau masker yang tidak diganti-ganti, sama berisiko menjadi tertular Covid-19.

Masyarakat luas perlu diberi tahu lebih detail ihwal masker, bukan saja pilihan maskernya yang perlu tepat, bukan sekadar penutup hidung-mulut, terlebih cara pakai yang tepat dan benar, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap masker. Mengapa?

Oleh karena masker merupakan andalan terbesar kita untuk melindungi diri kita agar Coivd-19 tidak berhasil menerobos memasuki pernapasan. Bahwa masker bekas pakai tidak boleh disentuh tangan bagian luarnya, karena mana tahu sudah melekat Covid-19 selama kita berada di tempat umum sehingga jemari tangan kita tercemar Covid-19. Masker bukan sekali pakai harus dicuci bersih dengan sabun dan air mengalir terutama bagian luarnya. Makin rendah daya lindung masker, seperti sudah saya ungkap minggu lalu, sedang masker bedah terstandard saja pun cuma 95 persen melindungi, masker kain lebih rendah lagi daya lindungnya, tergantung bahan kainnya. Itu berarti potensi orang tertular Covid-19 semakin besar bila daya lindung masker yang dipakainya semakin rendah, di luar cara pakai dan orang memperlakukan masker secara salah.

Lalu bagaimana menangkap orang terdampak di pasar yang ada pedagang yang positif Covid-19? Makin padat pasar, makin dekat pengunjung pasar berada di dekat pedagang yang positif, makin besar probabilitas tertularnya. Pastikan, mereka yang pernah ke pasar terdampak, setelah beberapa hari merasa kurang enak badan, tidak selalu harus ada batuk, ada sesak napas, karena Covid-19 penyakit dengan “seribu wajah”. Bisa hanya seriawan saja, atau diare saja, atau seperti gejala alergi saja, atau cuma demam saja. Jadi mereka yang merasa dirinya pernah ke pasar, atau ke tempat umum masa Normal Baru sekarang ini, terlebih yang pernah memasuki bukan zona hijau, atau memasuki cluster Covid-19, perlu waspadai kalau sampai muncul gejala apa saja. Pastikan bukan Covid-19.

Mereka yang terdampak Covid-19, dan virusnya sudah memasuki tubuhnya, sebelum 8 hari, rapid test dari darah belum positif, atau “negatif palsu”. Baru positif bila diperiksa ulang setelah 8 hari virusnya masuk. Maka sikap mereka yang terdampak ini, mengisolasi diri mandiri di rumah, sekurangnya 14 hari untuk memastikan gejalanya tidak berkembang, atau tidak muncul gejala baru atau gejala tambahan. Namun begitu ada gejala apa saja muncul, apalagai kalau gejalanya spesifik ada batuk, tenggorokan kering, rasa kecap lidah menurun, dan rasa penghiduan berkurang, sesak napas, dan lainnya, segera minta dokter memastikan bukan Covid-19. Proses perjalanan pernyakit Covid-19 bisa demikian cepat, sehingga terlambat bisa berakibat terenggut nyawa.

Status orang dalam pemantauan (ODP) berubah menjadi pasien dalam pengawasan (PDP) patokanannya bila awalnya orang cuma demam dengan adanya riwayat terdampak dalam 14 hari terakhir dengan orang Covid-14, lalu gejala Covid-19 bermunculan. Mereka cukup diisolasi di rumah kalau sakit ringan, perlu dibawa ke RS darurat kalau sakit sedang, dan harus ke RS Rujukan bila sakit berat.

Orang-orang yang terdampak di pasar yang kedapatan ada pedagang yang positif Covid-19 semua tergolong orang tanpa gejala (OTG). Apabila semua tak ada keluhan dan gejala, tapi karena ada riwayat pernah berada berdekatan dengan wilayah orang positif Covid-19, maka mereka harus isolasi mandiri sambil dipantau, diperiksa rapid test, dan pihak kesehatan (puskesmas) memantau selama 14 haris ke depan adakah perkembangan penyakitnya. Apabila dalam 14 hari muncul gejala mengarah ke Covid-19, kalau sakit ringan diisolasi mandiri, sakit sedang ke RS darurat, dan harus RS Rujukan bila sakit berat. Orang terdampak di pasar ada pedagang positif Covid-19 bisa langsung berstatus ODP bila sudah demam, atau bahkan PDK bila sudah muncul gejala Covid,19.

Masyarakat perlu mendapat pengertian bahwa betapa tidak nyamannya jangankan kalau sudah positif Covid-19, sekadar terdampak saja sudah harus mengisolasi mandiri di rumah selama 14 hari, kehilangan semua haknya untuk keluar rumah dan melakukan kegiatan hariannya yang mungin produktif untuk keluarga atau bagi negara. Selain penderitaan yang harus dipikul sendiri, mereka juga menjadi beban di pundak pemeritah, harus mengongkosi semua pemeriksaan dan pengobatan, selain negara mungkin kehilangan orang produktif yang menggerakkan ekonomi negara, kalau mereka tergolong usia produktif. Dampak sosial begini yang perlu setiap masyarakat mengerti, lalu memahami. Tak boleh kita berhenti mengedukasi masyarakat.

Salam sehat,
Dr HANDRAWAN NADESUL

Diterbitkan

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *