Berprestasi Tiada Henti
Caveat venditor
Penjual harap hati-hati
(Cicero, Filsuf Romawi, 106 SM – 43 SM)
*
Keripik alias klethik-klethik merupakan salah satu jenis makanan ringan khas Indonesia. Variannya bermacam-macam, dibuat dari umbi-umbian, buah-buahan hingga sayuran. Ada yang disajikan dengan rasa original maupun dengan aneka bumbu asin, manis hingga pedas. Yang membuat orang gemar menyantapnya karena adanya rasa gurih dan renyah ketika dikunyah. Maka keripik menjadi cemilan favorit orang Indonesia pada umumnya. Faktor inilah yang membuat pasar keripik terbuka luas tak terbatas tapi harus berkualitas untuk memenangi persaingan pasar. Hal itulah yang menjadi perhatian Tikky Suwantikno, produser aneka keripik berlabel Oom Tjia yang memproduksi keripik kentang (potato chips) sebagai core bisnisnya.
Keripik Renyah Transformasi dari Bangku Sekolah
Snack Premium Patato Chips Oom Tjia, demikian Tikky menamainya. Ada sembilan rasa yang disajikannya untuk memanjakan lidah penggemarnya, yaitu rasa original, dry shrimp (ebi), garlic (bawang putih), sea salt & cracked black pepper (ladang hitam), spicy garlic (bawah putih pedas), sweet & spicy (asam manis), seaweed (rumput laut), spicy dry shrimp (ebi pedas) dan snow white (manis-lembut dann harum). Selain itu ia juga menyajikan kerupuk macaroni jumbo aneka rasa dan rengginang imut yang membuat lidah menari-nari karena sangat lezat.
“Semua keripik yang kami olah, merupakan transformasi dari bangku sekolah. Artinya, kami terus belajar dan belajar mengolah keripik agar menjadi produk premium berlandaskan bahan baku kelas wahid, kelezatan rasa dan juga faktor food hygiene yang kami utamakan.” Tegas Tikky, yang baru menerjuni bisnis keripik sejak dua tahun yang lalu.
Sebelumnya, pria kelahiran Purworejo bermarga Tjia ini berkecimpung di dunia pendidikan selama puluhan tahun. Karirnya dimulai sebagai guru BK (Bimbingan Konseling) hingga menduduki jabatan tinggi sebagai direktur yayasan pendidikan terkemuka di Indonesia dan juga direktur lembaga penyantun pendidikan yang cukup prestisgius di negeri ini. Kemudian ia memilih jadi ‘pedagang keripik’ yang berjiwa merdeka dan tetap mengabdikan diri di dunia pendidikan sesuai dengan visi-misi hidupnya. Dengan demikian ia merasa menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya yang merupakan ‘pohon kebahagiaan’ bagi hidupnya dalam memasuki usia warior.
“Saya ingin hidup serenyah keripik,” candanya, beraroma filosofis. Baginya, dengan kerenyahan hidup berbagai persoalan yang dihadapi tak terasa berat. Justru terasa gurih. Karena untuk memperjuangkan usaha yang baru dirintisnya, Tikky tidak hanya belajar cara mengolah makanan berkualitas prima tapi juga cara bagaimana harus bisa bertahan kokoh menghadapi persaingan pasar.
“Saya perlu mitra untuk bisa kuat. Saya pikir, ini berlaku bagi siapa saja ya yang ingin berkembang kuat.” Renungnya bijak. Maka ia pun masuk beberapa komunitas yang berkecimpung di dunia kuliner, untuk memperkuat dan mengembangkan pemasaran produknya.
Bergandeng Tangan dengan Aliansi Kuliner Indonesia
Tentu saja bukan hal yang mudah bagi Tikky dalam menerjuni bisnis keripik, walau ia mengaku sebelum ia memproduksi sendiri sempat menjualkan produk keripik sepupunya. “Waktu itu saya memasarkan kentang ebi yang diproduksi sepupu saya karena almarhum ibu saya wanti-wanti agar saya tidak memproduksi produk yang sudah diterjuni sepupu saya itu. Singkat kata, saya tidak boleh ‘membunuh’ produk sepupu saya.” Ungkapnya.

Apa yang diajarkan ibunya membuatnya makin menyadari bahwa untuk sukses dalam berbisnis adalah saling menghidupi yaitu kerjasama. Prinsip ‘saling menghidupi’ ia amati ada dalam misi-visi Aliansi Kuliner Indonesia yang disingkat Kul-Ind yang kini menjadi payung bisnisnya. “Komunitas ini benar-benar memberi bimbingan pada anggota, ya para pelaku UKM.” Papar Tikky.
Ia pun ikut berkiprah memberikan bimbingan food hygiene kepada pemula agar produknya masuk kurasi dan layak dipasarkan. Bimbingan yang dimaksud meliputi pemilihan bahan olahan, kebersihan dapur untuk mengolah, cara mengolah, pengadaaan kemasan, pembuatan logo, strategi promosi hingga pemasarannya. Dalam hal pemasaran pihak Kul-Ind membantu anggotanya memasarkan produknya ke toko-toko besar dan supermarket di mal-mal bergengsi kelas atas hingga gerai yang banyak dikunjungi masyarakat di area public dan tempat-tempat wisata. “Anggota dari Kul-Ind tidak dikenakan iuran. Siapa saja boleh bergabung.” Tikky memberi informasi dan kiranya ini berguna bagi siapa pun yang ingin mengembangkan bisnis kuliner.

Bicara mengenai produk, Tikky mengaku ia terus mengembangkan bisnisnya. Di bidang pemasaran ia mengajak siapa pun yang mau bergabung dengannya sebagai re-seller maupun ikut memproduksi. Di dapur produksinya saat ini memperkerjakan enam orang, dengan empat kompor yang dilengkapi thermometer untuk mengukur panasnya minyak disesuaikan dengan bahan keripik yang diolahnya. Karena masing-masing bahan keripik mempunyai kharakteristik yang berbeda dalam memerlukan panas kompor. “Saya menyiapkan alat produksi sesuai kebutuhan. Juga tenaga yang menanganinya agar modal bisa berputar lancar. Demikian juga dengan kemasan produksi terus kami inovasi agar menarik kala didisplay. Walau rasanya gurih, renyah dan lezat tanpa kemasan yang menarik – khususnya harus transparan agar produk kelihatan, akan menjadi point menarik konsumen.” Tegasnya. Untuk mengembangkan kelayakan, artistic dan daya tahan kemasan, Tikky melakukan inovasi berkali-kali dan katanya tidak akan berhenti. “Juga cara mengemas, bagaimana agar produk tidak cepat tengik.” Sambungnya, agar konsumen terus memburu produksinya.
“Dalam berbisnis harap hati-hati. Artinya setiap penjual bertanggung-jawab untuk memberikan yang terbaik bagi konsumennya.” Demikian prinsip Tikky dalam berdagang, mengutip kiat dari Cicero – filsuf Romawi. (Naskah Naning Pranoto. Foto Koleksi Tikky)