KITALAH MANAJER PROYEK HIDUP KITA

Saya mengibaratkan kalau hidup kita sebuah proyek, kita sendiri manajernya. Tergantung seberapa hebat kita sebagai manajer proyeknya, maka akan demikian jadinya hidup kita.

Demikian jadinya untuk seluruh hidup kita. Untuk tubuh dan kesehatan, dan lebih dari itu, untuk nasib umur kita juga.
Bahwa yang paling setia menemani kita sepanjang hayat kita bukan orangtua, bukan suami, bukan istri, anak, atau sahabat, bahkan bukan pula dokter, melainkan tubuh kita sendiri. Itu alasan mengapa kita perlu merawat dan memelihara tubuh sebaik kita bisa. Makin mulus kita merawat tubuh kita, makin indah otobiografi tubuh kita. Makin indah otobiografi tubuh menjaga modal sehat kita tetap seratus persen, makin terentang panjang harapan hidup kita (life expectancy).

Ilmu kedokteran mengenal umur harapan hidup. Makin baik layanan medis suatu negara, makin baik pendidikan, makin sejahtera penduduk, makin tinggi umur harapan hidup bangsa. Orang Okinawa di Jepang paling panjang umur (centenerian). Kalau orang Okinawa umur harapan hidupnya seratusan tahun, sedang orang Simbabwe di Afrika hanya sekitar 50 tahunan, padahal potensi biologis semua cucu Adam tidak berbeda, tentu ada yang salah di sana. Kita tahu gen semua bangsa sama. Tapi kalau tidak semua bangsa umurnya sama panjang, pasti bukan kehendak Yang Maha Welas Asih.
Yang Maha Welas Asih memberi manusia kemampuan untuk beradaptasi tinggi, dan otak yang encer untuk menanggulangi segala masalah hidup dan kehidupan. Dulu bangsa-bangsa mati muda, tapi sekarang lebih panjang umur, karena peran besar terobosan ilmu kedokteran. Temuan antibiotika sehingga tidak harus menjadi korban kematian akibat infeksi.

Temuan vaksin, sehingga tidak harus dibunuh oleh infeksi. Sekarang temuan stem-cell membuka peluang manusia bisa mengganti spare part tubuhnya sehingga tidak rusak-rusak. Temuan bisa memotret gen tubuh (Proyek Genom), membaca dan bisa menyiangi gen jelek lalu memotongnya dengan pisau kimia, sehingga tubuh menjadi tidak punya kelemahan, kejelekan, atau kekurangan. Gen jelek disiangi, sehingga manusia terbebas dari semua penyakit turunan, atau tak perlu memiliki gen cacat. Temuan telomere bagian gen yang menentukan umur manusia, memungkinkan untuk memanipulasinya agar bisa mengulur umur lebih panjang.

Temuan bahwa proses menua sebab terjadi peradangan tubuh menyeluruh bisa ditekan dengan zat antiradang (kunyit, misalnya), sehingga potensi berumur panjang dimungkinkan. Dan banyak lagi. Misal temuan menciptakan neurotrasmitter zat penghubung listrik otak, yang memungkinkan memengaruhi pengambilan keputusan seseorang berimplikasi politik kalau dia seorang pengambil kepususan, bisa direkayasa, dan mood bisa diatur, termasuk adanya “gen Tuhan” di bagian otak tertentu. Kesemua itu yang semakin menuju keniscayaan, bahwa sesungguhnya siapa yang bermain sebagai Tuhan, Who’s playing God.

Dulu orang meramal banyaknya anak sudah suratan tangan, ada ramalan akan punya anak berapa. Namun dengan teknologi ber-KB, gugur anggapan itu. Manusia bisa mengatur jumlah anak. Begitu juga dulu mendapat anak laki atau perempuan sudah suratan, ilmu biologi menemukan cara memisahkan spermatozoa, sehingga jender anak bisa dipesan. Juga ihwal jatuh cinta sejati bisa dibuktikan dengan MRI otak. Ada bagian otak yang aktif jika kita sedang sungguh betul jatuh cinta, bukan gombal. Bahwa jatuh cinta itu peristiwa biologis, ada neurotrasnmitter otak tertentu yang aktif saat falling-in love, dan ternyata menyerupai kondisi gangguan jiwa obsessive-compulsvie. Bahwa cinta itu buta di mata medis benar adanya, mirip orang lagi gangguan jiwa. Implikasinya, dengan demikian calon mertua yang tidak setuju anaknya jatuh cinta pada calon menantu tertentu, bisa men-delete-nya dengan cara memberi obat untuk menyembuhkan gangguan jiwa tersebut. Lalu anaknya menjadi tidak jatuh cinta lagi.

Ilmu dan teknologi kedokteran semakin banyak menemukan hal baru yang memungkinkan manusia menyelamatkan bukan saja akibat yang ditimbulkan oleh penyakit, terlebih mampu pula untuk menyelamatkan nyawa. Mesin napas, mesin jantung, dan teknologi lain, dengan cara begitu mampu menyelamatkan nyawa.

Demikian pula dengan temuan obat baru, yang sebelum ada obatnya langsung pasien terenggut nyawanya. Kalau orang dengan penyakit kritis dan perlu fasilitas ICU, tapi tidak punya uang, sehingga nyawanya tidak tertolong. Sebaliknya orang dengan penyakit kritis yang sama tapi punya uang dan nyawanya bisa tertolong. Kita tentu bertanya, kehendak siapakah orang kehilangan nyawa dan orang tidak kehilangan nyawa.

Ada perbedaan nasib orang yang menyikapi hidup fatalistis, yang membiarkan penyakitnya begitu saja merenggut nyawanya, dengan orang yang memanfaatkan semua kemampuan medis untuk menyelesaikan penyakitnya. Ilmu dan teknologi kedokteran juga yang menjadikan kesehatan orang di dunia terselamatkan, sehingga umur manusia semakin terulur panjang. Ukuran medisnya umur harapan hidup.

Secara berkala WHO menyatakan kelompok umur manusia di dunia. Belakangan sampai umur 65 tahun orang masih tergolong pemuda, sebelumnya umur 60 tahun, dan itu berarti bahwa umur harapan hidup manusia bertambah panjang. Itu juga berarti di mata medis kehendak ilmu dan teknologi medis apabila manusia berumur lebih panjang.

Ilmu dan teknologi kedokteran bicara fakta statistik. Tidak menyerah pada keadaan. Bahwa umur manusia berpotensi biologi bisa mencapai 120 tahun. Kalau ada yang tidak meraihnya, itu karena tidak atau belum memanfaatkan kemampuan medis, kepapaan, ketidakterjangkauan layanan medis, termasuk di dalamnya gaya hidup yang seharusnya dilakukan.
Temuan teknologi Clonning, bayi tabung, semakin membingungkan kita akan sebuah keniscayaan lama. Misteri orang bunuh diri, berarti kematian terjadi atas kehendaknya sendiri. Orang memilih membawa kendaraan mengebut di jalan secara logika berisiko lebih tinggi mengalami kecelakaan dan kemungkinan kehilangan nyawa lebih besar dibanding yang hati-hati berkendara. Kalau sampai terjadi kematian akibat pilihan mengebutnya, kematian tercipta oleh kehendaknya sendiri.

Pihak medis tidak berpikir setiap apa saja yang menimpa kita sudah kehendak Yang Maha Welas Asih. Persepsi seturut pikiran medis yang bikin kita bingung, karena sampai urusan nyawa pun dunia medis semakin menemukan caranya untuk masih memungkinkan menyelamatkannya.

Ada domain lain di luar sana soal keniscayaan. Domain medis yang lebih memercayai kemampuan ilmu dan teknologi, ini bagian dari keniscayaan bahwa Yang Maha Welas Asih memberi kita kemampuan beradaptasi dan potensi otak untuk memungkinkan manusia menyelamatkan diri sendiri, termasuk nyawanya. Selebihnya, setelah ikhtiar manusia kehabisan cara, diniscayai tangan Yang Maha Welas Asih itu yang akan terulur kepada kita.
Salam sehat,
Dr HANDRAWAN NADESUL

Diterbitkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close

Error: Contact form not found.