Kisah Berhikmah | Rifa Ariani, SE.AK, M.Pd: Spirit Ayah, Membentuk Dirinya Jadi Perempuan Berjiwa Teguh-Gagah

  • Menjadi Pilar Bagi Anak-anak Berkebutuhan Khusus

Vis unita fortiori

Kekuatan yang disatukan itu lebih kuat

(Cicero, Filsuf dan Politikus Romawi Kuno)

“Kekuatan!” – ini merupakan kata kunci untuk menggambarkan bagaimana seorang Rifa Ariani dapat mewujudkan impiannya membangun sekolah berkelas nasional plus, dari jenjang Kelompok Bermain hingga SMA, 16 tahun yang lalu. Kala itu usianya baru 36 tahun dan rela melepas statusnya sebagai PNS yang kini dikenal sebagai ANS yang cukup mapan.

Prof. Ir. H. Bochari Rachman, M.Sc, wafat pada usia 77 tahun

“Spirit ayah saya yang menginspirasi saya terjun ke dunia pendidikan,” ungkap Rifa mengawali kisahnya sebagai owner dan founder Prasetiya Mandiri Group yang antara lain mengelola Sekolah Global Mandiri Cibubur, Sekolah Global Mandiri Garden City Jakarta, School of Business Prasetiya Mandiri Lampung dan Politeknik Kent Bogor. Usahanya dimulai dengan menyewa sebuah ruko di wilayah Cibubur, dengan modal kekuatan tekad sambil mengasuh ketiga putranya yang pada waktu itu masih kecil-kecil perlu asuhan dan perhatiannya.

Edupreneur: Putri Sulung Prof. Ir. H. Bochari Rachman, M.Sc

Rifa Ariani kelahiran Bogor dan juga tumbuh kembang di Kota Hujan itu, merupakan putri sulung dari Prof. Ir. H. Bochari Rachman, M.Sc (1941 – 2018) – tokoh pendidikan Sumatera Selatan. Ketika menjelang remaja, ayahnya yang alumni IPB tugas belajar ke Australia. Dalam kondisi ekonomi yang pas-pasan, ibunya – Hajah Farida membawa Rifa dan adik-adiknya kembali ke kampung halamannya di Palembang. Dalam kondisi demikian memberi pelajaran pada Rifa betapa pentingnya pendidikan untuk meningkatkan dan kemajuan hidup dan itu perlu pengorbanan. Ayahnya belajar ke Australia, ibunya rela berkorban mengurus anak-anaknya dalam kondisi ekonomi cekak. Ketika ayahnya kembali belajar dari Australia ia menjadi dosen di Universitas Sriwijaya hingga menjabat Direktur Lembaga Penelitian di universiats tersebbut. Kemudian ia mendirikan Universitas Budi Darma bersama kawan-kawannya pada bulan Desember 1993. Langkah-langkah ayahnya yang penuh spirit membangun lembaga pendidikan, menginspirasi Rifa mengikuti jejaknya.

“Di dunia pendidikan pada awalnya ayah saya sebagai dosen. Kemudian sebagai Direktur Lembaga Penelitian UNSRI yang melaksanakan program-program pemerintah dengan dana telah tersedia. Kalau saya mendirikan sekolah dan mengembangkannya dari nol.” Ungkapnya, sambil tersenyum, mengenang perjuangannya yang tentu saja tidak mudah.

Tapi, bagi Rifa perjuangan yang ditempuhnya merupakan pembelajaran yang indah karena penuh tantangan yang membuat hidup penuh dinamika. Baginya, memilih sebagai edupreneur merupakan panggilan, setelah ia ke uar sebagai PNS. Ia memahami perannya, yaitu sebagai wirausaha di bidang pendidikan. Tapi, ia tidak hanya berpikir cari keuntungan semata. Sejak awal ia punya idealisme yang begitu kental: ingin berperan serta memajukan pendidikan disertai berani mengambil risiko. Ia bersikap demikian karena berjiwa teguh dan gagah dalam memegang prinsip, didikan yang ditanamkan kedua orangtuanya.

“Saya berpegang teguh pada misi dan visi education for all – pendidikan untuk semua: anak-anak, remaja hingga orang dewasa!” tegasnya, “Education for all juga saya artikan bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk anak-anak yang normal tapi juga untuk mereka yang berkebutuhan khusus.” Sambungnya teguh. Maka ia pun ‘berani’ menerapkan pendidkan inklusif yaitu menerima anak-anak berkebutuhan khusus (penyandang autis) disatukan dalam kelas regular (anak-anak normal).

Menjadi Pilar: Didemo Orangtua Murid

Rifa membuka Sekolah Global Mandiri Cibubur pada tahun 2003. Setahun kemudian ia menerapkan pendidikan inklusif, karena adanya permintaan dari beberapa orangtua yang mempunyai anak penyandang autis. Para orangtua tersebut menginginkan anaknya bisa sekolah di sekolah normal, bukan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Rifa memahami hal itu sepenuh hati. Bahkan ia memutuskan meneguhkan keinginan para orangtua agar terwujud.

“Saya memang jatuh hati kepada anak-anak autis yang kadang terpinggirkan. Padahal mereka berhak menerima pendidikan seperti anak-anak normal. Maka, waktu itu saya lalu cari tahu dan belajar tentang anak-anak autis. Saya berkonsultasi dengan Dr. Imaculata Umiyati, S.Pd., M.Si selaku pakar pendidikan anak autis. Selebihnya saya belajar sendiri dari berbagai sumber bacaan, terjun ke lapangan yang saya landasi naluri saya sebagai ibu.” Rifa memaparkan liku-likunya untuk memahami dunia anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Maka ia pun makin teguh dan menjadikan dirinya bak pilar penopang pendidikan ABK.

Sikap Rifa mengundang pro dan kontra. Pihak yang pro adalah para orangtua yang mempunyai ABK dan para orangtua para murid normal menentang keras. Tahun 2004 Rifa didemo para orangtua dari murid-murid normal.

“Mereka tidak terima anaknya yang normal sekelas dengan ABK. Mereka mengancam saya mau memindahkan anak-anaknya ke sekolah lain. Waahhhh… pada waktu itu saya sedih sekali, ingin menangis, tapi saya bisa bertindak tegas. Saya katakan pada mereka bahwa jika mereka mau memindahkan anaknya ke sekolah lain saya persilakan. Tapi saya jelaskan, bahwa ibu-ibu yang punya anak normal sungguh beruntung – anaknya bisa diterima sekolah di mana saja, apalagi jika anaknya pandai. Tapi ABK tidak demikian. Padahal, itu bukan keinginan mereka. Mereka menjadi ABK karena takdir – ya kondisinya begitu. Bagaimana mungkin mereka lalu kita kucilkan? Mereka punya hak untuk hidup layak dan mendapat pendidikan yang sama dengan anak-anak normal. Mereka harus punya masa depan – demikian waktu itu saya katakana. Rupanya apa yang saya katakan menyentuh perasaan mereka. Kelas inklusif pun bisa berjalan. Ada beberapa orangtua memang memindahkan anaknya ke sekolah lain. Di sisi lain, banyak orangtua murid yang mendukung saya, mengizinkan anaknya sekelas dengan para ABK. Maka Sekolah Global Mandiri menerima ABK di kelas regular hingga sekarang. Para murid yang normal tidak masalah berteman dengan ABK.” Rifa ceria.

Mengantar dari TK hingga Perguruan Tinggi

Ceria. Murah senyum. Banyak tertawa. Demikian pembawaan Rifa, sebagai edupreneur yang menyikapi berbagai kesulitan dengan sikap santai. Perempuan yang hobinya traveling ini bisa bersikap demikian karena mempunyai kekuatan dashsyat yang ia ciptakan, untuk memperkokoh usahanya. Kekuatan tersebut bersumber dari orang-orang sekitarnya. “Karena saya memperlakukan para guru dan karyawan bukan sebagai bawahan. Melainkan sebagai mitra yang saya ajak ikut memiliki dan mengembangkan lembaga pendidikan yang saya dirikan bersama suami saya.” paparnya lugas, “Saya jelaskan apa tujuan dan pengembangan lembaga pendidikan kami dan mereka boleh memberi masukan. Sehingga mereka bisa bekerja dengan nyaman dan meraih prestasi.” Tambahnya. “Untuk mengembangkan dan meningkatkan ilmunya mereka kami beri kesempatan belajar hingga S-3, Doktor. Saya juga terus belajar.”

Rifa yang saat tulisan ini kami turunkan, sedang studi untuk meraih gelar S-3, dikenal sebagai pendengar yang baik walau secara struktur kedudukan sebagai top direktur. “Dalam proses mendengarkan apa kata orang, sebetulnya saya sedang belajar banyak hal.” Demikian cara Rifa menimba berbagai pengetahuan dengan praktis. Sikapnya itu membuat ia punya cara unik dalam merekrut guru. “Bagi saya, siapa saja bisa menjadi guru asalkan dia mau dan minat menjadi guru. Saya juga tidak memasalahkan soal rupa yang cantik, tampan atau yang jelek. Semua mempunyai hak yang sama, yang dari kota maupun dari desa pelosok. Mari bersama kami, semua bisa maju.”

Buahnya? Sekolah Global Mandiri terus bisa berkembang: mengantar anak belajar dari Tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Bagi murid yang normal tentu saja mudah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Tapi, tidak demikian dengan ABK. Maka tak heranlah apabila para orangtua ABK meminta Rifa untuk mendirikan perguruan tinggi bagi ABK agar bisa menjadi mahasiswa yang punya masa depan sebagai manusia yang mandiri. Inilah yang mendorong Rifa mendirikan Politeknik Kent berlokasi di Bogor – Jawa Barat. Lembaga Pendidika ini tidak hanya menerima ABK dari Sekolah Global Mandiri tapi juga ABK dari mana saja yang telah lulus SMA, SLB, Home Schooling dan Paket C.

Memberi Beasiswa sebagai Buddy MBK

Perguruan Tinggi bagi mahasiswa berkebutuhan khusus (MBK) masih jarang. Karena memerlukan jurusan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) salah satu perguruan tinggi yang membuka jurusan untuk MBK.

“Politeknik Kent membuka Jurusan Perhotelan dan Jurusan Aplikasi Komputer, lulusannya D-3. Kami buka kelas regular dan eksekutif. Kami juga bekerjasama dengan Universitas Terbuka Fak. Perpustkaan bagi MBK yang ingin meraih S-1.” Penjelasan Rifa.

Disesuaikan dengan kemampuan mereka, untuk meraih gelar D3, para MBK perlu belajar selama 10 semester dan yang normal cukup enam semester. Agar bisa belajar dengan tertib, para MBK didampingi buddy (mitra atau sahabat dekat) yaitu mahasiswa normal yang mendapat beasiswa dari Politeknik Kent. Siapa saja bisa melamar menjadi buddy dan terpilihnya melalui seleksi. Yang diutamakan dari keluarga ekonomi lemah. Syaratnya selain pandai, juga harus sabar dalam mendampingi kuliah MBK selama 10 semester. Sampai dengan tahun 2019, Politeknik Kent Bogor telah meluluskan dua angkatan, Jurusan Perhotelan maupun Jurusan Aplikasi Komputer. Alumnusnya banyak yang langsung bisa bekerja sesuai dengan studi yang dipelajarinya.

Seorang MBK Jurusan Perhotelan sedang praktik membuat kue

“Kebanyakan mereka bekerja di tempat orangtuanya atau di saudaranya,” cerita Rifa, “Pada umumnya mereka bekerja dengan tekun karena fokus. Mereka juga jujur, karena tak banyak maunya. Yang membuat saya bangga dan bahagia adalah mereka bisa mandiri. Semaunya itu berkat para dosennya yang sabar dan tekun. Itu salah satu kuncinya untuk mendidik dan mengajar MBK.” Pungkas Rifa, sungguh puas berkat sinergi kekuatan bersama. (NP)

Mahasiswa Berkebutuhan Khusus (MBK) Politeknik Kent Bogor, Jurusan Aplikasi Komputer

Diterbitkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close

Error: Contact form not found.