Merawat warior tidaklah mudah, meskipun demikian banyak memberikan rasa bahagia. Ini menurut pengalaman Penulis. Di dalam tulisan berikut mengungkapkan kisah Yudha Lestari yang bekerja merawat warior usia 94 tahun di Hong Kong.
Dari Blitar ke Hongkong Penuh Keraguan
Ketika meninggalkan Blitar tahun 2013 untuk terbang ke Hong Kong, hati Yudha Lestari bergetar penuh keraguan. Karena terdorong ingin mempunyai penghasilan sendiri, maka perempuan bertubuh mungil itu mampu meredam keraguannnya. Ia meninggalkan Tanah Air enam tahun silam, saat usianya baru menginjak 31 tahun. Berbekal pelatihan keterampilan kilat yang diselenggarakan oleh PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) ia siap bekerja di Hongkong yang rata-rata penduduknya bisa hidup hingga usia 84 tahun. Beberapa jurnal medis mengungkap bahwa ritual tradisional Hong Kong yang dikenal dengan nama Tai Chi memberikan dampak positif yaitu diyakini bisa memperpanjang usia warior dalam kondisi sehat.
Sampai di Hongkong Lestari yang akrab dipanggil “Ell” memperdalam kecakapannya merawat warior melalui workshop, di salah satu rumah sakit dengan narasumber para dokter spesial kesehatan geriatri. Khususnya, Ell belajar pengetahuan tentang demensia dan alzaimer.
Materi workshop juga memberikan gambaran tentang perilaku warior yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian masing-masing. Ada warior yang suka berinteraksi dengan orang lain dan mencari teman ngobrol. Ada pula yang suka marah-marah tanpa sebab. Banyak pula warior yang selalu bersedih. Maka para pengasuh mereka harus mengenal dan memahami suasana hati (mood) warior yang dirawatnya. Dengan demikian antara pengasuh dan warior bisa saling membangun sinergi yang positif.
Di Hongkong, Ell punya banyak pengalaman. Ia sempat berganti-ganti majikan dan berganti pekerjaan. Ia pernah mengasuh anak, kemudian merawat warior. Semula ia merawat seorang nenek berusia 85 tahun dan kini ia merawat seorang kakek berusia 94 tahun. Bersama kakek inilah ia membagikan pengalaman yang penuh hikmah dan bernilai ibadah dalam memaknai sebuah pekerjaan.
Sebuah Tantangan yang Penuh Kesempatan
Merawat lansia seorang diri selama 24 jam, tentu saja merupakan tantangan yang berat. Bisa dibayangkan betapa letihnya. Apa boleh buat, Lestari tak bisa mengadu pada siapa-siapa. Dengan tulus ia merawat seorang kakek padahal ia juga mempunyai tugas lain seperti bersih-bersih rumah, memasak, dan membantu pekerjaan majikannya.
“Merawat seorang kakek berusia sembilan puluh empat tahun seperti merawat bayi. Tapi justru banyak hikmahnya. Paling tidak melatih kesabaran,” Tutur Ell.
Menjaga agar kakek tetap sehat Ell meracik sendiri makanan untuknya. Untuk sarapan biasanya Ell menyuapi kakek dengan cereal, susu, dan yogurt atau buah. Sebagai menu makan siang dan malam biasanya disuapi bubur lembut dengan sayur dan daging yang sudah dihaluskan.
Semua aktivitas kakek kembali seperti seorang bayi yang sangat tergantung dengan pengasuhnya. Keseharian seperti makan, minum, tidur, ngompol, BAB, mandi, mendengarkan musik, dan main bola tangan adalah suatu rutinitas yang memberikan kepuasan bagi kakek ini. “Kakek yang saya asuh adalah tipe warior yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain,” tuturnya. Tapi jika suasana emosinya stabil, sesekali Ell membawanya ke taman dan diajak berjalan-jalan bertemu teman lamanya
Tugas lainnya yang menguras energi ekstra adalah menjaga agar kakek tidak cidera. Sebab, warior tidak boleh jatuh. “Untuk menjaganya tetap aman, butuh effort ekstra, Terlebih bila jika kakek tidak bisa tidur sampai pagi,” ucap perempuan sabar ini.
Ell pernah mengalami sebuah peristiwa yang menguji kesabarannya. Saat itu kakek jatuh sakit. Dengan sabar untuk merawat dan membersihkan kotorannya yang disertai darah. Saat itu kakek tak mau makan selama 10 hari yang menyebabkan badannya lemah dan tak bisa berdiri. Tentu saja situasi kakek disampaikan Ell kepada empat orang anak si kakek agar kakek dibawa ke dokter. Namun mereka tak menanggapi dan tidak meringankan orang tuanya sama sekali. Keluhan-keluhan kakek kian hari kian kompleks. Beban tugas Ell pun kian berat.
Seberat apa pun beban yang menjadi tanggung jawabnya, ia melihat ada harapan yang membahagiakannya. Di Hong Kong ia menata harapan baru dengan niat baik. Kerja keras yang menguras perasaannya, pasti berbuah manis. Terbayang anak semata wayang di Blitar yang menunggu jerih payahnya. Anaknya yang memasuki usia remaja kelas delapan. Lestari berharap meski berjauhan, buah hatinya tak merasa kehilangan kasih sayang darinya.
Catatan dari Ell
Dimensia dan Alzaimer Akrab dengan Warior
Ilmu yang diperoleh Ell selama di Hong Kong telah membuatnya mendapatkan pengalaman berharga. Ia menuturkan pengetahuannya seputar dimensia dan alzaimer yang kerap menghinggapi para warior. Ia membagikan pengetahuannya bahwa dimensia dan alzheimer umumnya menyerang orang tua. Dimensia merupakan sebuah gejala penurunan fungsi otak. Penderita dimensia akan kehilangan kemampuan tertentu dan pengetahuan yang didapatnya sebelumnya, seperti memori jangka pendek, kemampuan berbicara dan kemampuan motorik. Sedangkan alzheimer dikaitkan dengan rusaknya jaringan pada otak yang membentuk plak atau endapan. Sebuah kondisi yang menyebabkan sel-sel otak di sekitarnya mati. Hal ini menyebabkan penurunan fungsi kognitif secara bertahap yang diawali gejala hilangnya ingatan jangka pendek. Tutur Lestari dengan ekspresi prihatin.
Jika warior terserang penyakit dimensia dan alzaimer, perempuan kuat ini memberikan tips praktis untuk mendampingi dan merawatnya. Hal-hal yang sangat menolong agar membangkitkan semangat dan ingatannya adalah:
- Membangun komunikasi yang hangat dan akrab. Warior diingatkan pada hari, tanggal, waktu pada saat bersama dengannya. Buka kembali memorinya untuk mengingat kembali hobinya di masa muda. Ingatkan pula pada nama anak-anaknya. Hal ini akan merangsang otaknya aktif kembali.
- Perlakukan warior sebagaimana orang dewasa pada umumnya dalam berkomunikasi. Bangun perilaku peduli. Bila ia marah, tetaplah tenang.
- Sebisa mungkin biarkan warior independen dengan aktivitas hariannya.
- Berikan pujian terkait keberhasilannya melakukan hal-hal kecil. Biasanya, warior akan mengalami perilaku seperti anak kecil, senang dipuji agar merasa ada orang yang mendukungnya.
- Berikan jadwal harian yang terstruktur dengan membuat kegiatan sehari-hari agar otaknya tetap aktif.
- Menjaga kebersihan, memastikan minum obat, menjaga warior tetap aman dan nyaman.
- Membuat catatan perilaku. Hal ini akan membantu paramedis melakukan analisa dan merekomendasikan obat yang tepat. Misalnya iritabilitas, suka memukul, melempar barang, dan sikap agresif yang membahayakan. Hal itu perlu dimaklumi dan disadari bagi warior yang berusia 90 tahun ke atas yang pernah hidup di masa peperangan. Boleh jadi ada ingatan buruk dan emosi yang terbentuk oleh psikologis negatif zaman itu. Tentu ada sekumpulan amarah, penyesalan, dan aneka memori buruk yang menumpuk di benak mereka. Misalnya akibat kehilangan sahabat dalam perang berkecamuk, menyaksikan pembunuhan, menyaksihkan saudara ditangkap penjajah, semua itu akan terakumulasi di alam bawah sadar. Maka bisa dimaklumi jika lansia akan berperilaku kasar, arogan, dan pada saat tertentu bisa membahayakan orang-orang di sekitarnya. Jika demikian, warior hanya diawasi dari jauh dan memastikan ia tetap aman dan menunggu sampai amarahnya mereda. Beberapa menit kemudian, lansia akan lupa perilaku kasarnya dan emosinya akan kembali normal.
Berbekal pengetahuan itulah Ell merasakan dirinya sanggup bertahan merawat seorang kakek yang berusia 94 tahun di negeri orang. Terkadang ia mrebes mili jika terkenang ayah ibunya yang belum sempat ia perlakukan sebaik ia merawat kakek di Hong Kong. Ayahnya telah lama meninggal. Ia memohon kepada Tuhan agar diberi kesempatan berbakti pada ibunya dengan mendampingi dan merawatnya. Ia ingin ibunya melewati masa tua bersamanya di Tanah Air tercinta, di desa yang damai, Blitar.
Penulis : Cornelia Endah Wulandari
Editor : Naning Pranoto
Foto : Koleksi Ell
Sumber: http://koran-sindo.com/page/news/2017-08-09/0/13/Negara_dengan_Layanan_Kesehatan_Lansia_Terbaik