Kisah Berhikmah | Astried Swastika: Memperkenalkan Untapped Batik Melalui Sociopreneur

  • Mengajak Warior Tampil  Chic
  • Memberi makna kain batik dengan sentuhan ruh kearifan

Volenti nil difficile

Bagi orang yang mempunyai kemauan tidak ada yang sulit

(Ulpianus – Ahli Hukum Romawi Kuno)

Air yang melimpah di kolam-kolam ikan. Aneka anggrek bermekaran bertengger di pepohonan berdaun rindang sejuk. Rumput hijau gilar-gilar tersenyum pada curah hujan yang awal Mei lalu mengguyur Jakarta Timur. Itulah yang menandai pertemuan Warior dengan Astried Swastika, salah seorang pelaku sociopreneur yang memperkenalkan Untapped Batik di kancah riuhnya bisnis batik-batik yang telah kokoh  mengusai pasar domestik maupun luar negeri. Istilah Untapped Batik, yaitu batik-batik yang belum terlalu dikenal publik,  ia ciptakan bersama rekan-rekannya, pendiri Mahestri –  butik yang memasarkan beragam busana kreasinya.  Sesuai dengan jalur bisnis yang dipilihnya, sociopreneur, dalam menjalankan bisnisnya ibu dari tujuh putra-putri ini memberdayakan berbagai pihak yang terkait dalam core usahanya.

Tentu saja, untuk memasarkan batik-batik yang belum dikenal publik di tengah laris-manisnya batik-batik yang telah menguasai pasar tidaklah mudah. Tapi, bagi Astried yang pernah menjabat corporate secretary di sebuah perusahaan BUMN itu tampak tenang dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Wajahnya terus menerus berhias senyum kala menceritakan dinamika bisnisnya yang dimulai sejak tahun 2016 yang lalu. Apa yang membuatnya demikian santai tanpa dihantui kerugian dalam berdagang? Berikut ini wawancara Warior dengan istri mantan Menteri ESDM RI – Sudirman Said, di rumahnya yang didominasi kebun dan taman yang sejuk di wilayah Jakarta Timur.  Banyak hikmah yang bisa dipetik  dari kiat-kiat bisnisnya dikaitkan dengan gaya hidupnya yang mengedepankan sikap gotong-royong.

Warior:

Apa yang membuat Anda tertarik menerjuni bisnis batik? Bukanlah banyak pesaingnya?

Astried Swastika:

Saya sejak kecil menyukai batik. Seiring dengan perkembangan hidup, studi dan kemudian kerja, batik agak terlupakan. Tahun 2016 kala saya menikah dengan Mas Dirman (Sudirman Said – Mantan Menteri ESDM RI) rasa suka saya terhadap batik hadir kembali. Waktu itu saya diajak berkunjung ke kampung halaman Mas Dirman, di Brebes saya melihat batik sangat unik-unik motifnya yang dibatik senafas dengan lingkungannya. Batik tersebut dikenal dengan Batik Salem Brebesan karena dibuat di Desa Salem. Motifnya antara lain  ada bawang,  ada juga telur asin, sungguh sangat artistik. Saya tertarik untuk memasarkannya. Tapi,  tidak hanya sebagai kain tapi menjadi fashion: busana untuk kaum muda dengan berbagai desain, busana untuk kaum pria, syal,  hingga busana Muslim dan gaun-gaun untuk warior.  Maka saya berani bersaing. Pada mulanya dengan label Danastri kemudian berubah menjadi Mahestri yang artinya ‘Maha-Estri’ – yang artinya Istri Tangguh. Bisnis kami memang  dijalankan oleh para istri yang tangguh (mantap).

Warior:

Wah… istimewa sekali. Kaum Warior menjadi perhatian Anda. Mengapa?

Astried Swastika:

Lho, kita kan wajib menghormati Kaum Warior, maka mengapresiasinya kami merancang gaun-gaun untuk para ibu. Bahkan kami punya program mengajak kaum Ibu sepuh untuk tampil sehat dan chic. Bagamana pola makannya,gaya busananya, hingga tampilan  make-upnya. Silakan yang mau bergabung dengan kami. Biasanya kami membuat program dengan kelas kecil, paling banyak dua-puluh orang (semangat). Program ini bagus sekali untuk bersosialisasi dengan aura yang sangat positif dan inspiratif hidup bahagia di hari tua. Program ini terus kami kembangkan.

Batik Salam Salem dari Salem, Brebes – desain batik karya KOPIKKON Brebes, BEKRAF

Warior:

Program bisnis apa lagi yang Anda kembangkan untuk mempopulerkan Untapped Batik Anda?

Astried Swastika:

Kami memperkaya koleksi ragam batik yang kami pasarkan.  Jadi, tidak hanya Batik Salem  Brebesan tapi juga batik-batik khas dari kota-kota sekeliling Brebes, yaitu Tegalan, Banyumasan, Gumelem, Wonogiren hingga Batik Batang Rifaiyah. Program lainnya, untuk mempromosikan Untapped Batik kami ya mengikuti berbagai pameran dan aktif pula di berbagai fashion show antara lain di Jakarta Fashion Week kami hadir. Bagi saya dan teman-teman itu  suatu kepuasan  batin bisa ikut mengangkat  Untapped Batik ke pasar lebih luas. Sesuai dengan jalur bisnis kami, sociopreneur, jadi kami bisa ikut menggerakkan para perajin batik  dan para desainer muda secara nyata. Memang, hasilnya belum memenuhi target. Masih merambat   (penuh kesabaran). Tapi kami terus memompa semangat untuk berkembang dan melaju.

Warior:

Apa saja  kendalanya?

Astried Swastika:

Kendalanya (tertawa).  Ah, saya sih melihat dari segi positifnya saja (serius). Kami terus semangat dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak: desainer, tukang jahit, perajin batik, hingga beberapa online-shop terbuka dan siap masuk ke market place lainnya. Selain itu, kami buka beberapa store di berbagai tempat antara lain di Kemang  Village di Jakarta, di Allea Store Resinda Park Mall di Krawang, juga buka butik di rumah ini. Ada rencana buka juga di The Mansion Kemang. Khusus untuk busana laki-laki, Mahestri sudah masuk ke  ke Hijup yang disebut-sebut sebagai platform e-commerce fashion Islami pertama di dunia (mataya berbinar-binar). Alhamdulillah.

Waroior:

Apa yang membuat Anda begitu optismistis – selalu berpikir postif dalam menghadapi kendala bisnis Anda termasuk dalam bersaing?

Astried Swastika:

Kebersamaan. Kerja gotong-royong. Saling menghargai. Keterbukaan management. Itu prinsip gaya bisnis sociopreneur. Kebetulan untuk berbisnis ini saya mengajak teman-teman saya waktu di SMP. Lalu, desainernya juga anak muda yang baru lulus kuliah. Ide-idenya kami padu dengan ciri khas produk kami tapi ya disesuaikan  dengan selera pasar .  Yah, pokoknya  kami besar bersama  (penuh semangat), termasuk mengembangkan pasar para pengrajin batik mitra kami. Insya Allah, kami bisa bersaing di pasar perbatikan dengan mulus dan sehat. Karena kami menyajikan batik yang  punya ciri khas yang unik-unik. Apalagi Batik Batang Rifaiyah. Punya sejarah yang sangat menarik.

Warior:

Sejarah yang sangat menarik. Bisa diceritakan sekilas?

Salah satu motif Batik Batang Rifaiyah, harganya jutaan rupiah: Batik Tulis halus

Astried Swastika:

Hanya sedikit  yang saya ketahui tentang Batik Batang Rifaiyah. Dari sumber lainnya bisa digali lho. Jadi cerita tersendiri. Yang saya ketahui,  proses pembatikannya ada ritual yang biasa dijalankan sebelum membatik, yakni dengan salat Duha terlebih dahulu.Membatiknya sering kali diiringi kidung syair berbahasa Jawa dan Arab yang berisi nasihat kepada manusia dan lingkungan alam semesta. Maka hasillnya bagus sekali. Harganya juga mahal, karena prosesnya berbulan-bulan. Pembatiknya kebanyakan  usianya sudah sepuh. Mereka sangat telaten. Sungguh mengagumkan dan sekaligus mengharukan. Maka saya tak sampai hati menawar-nawar dengan harga rendah. Mereka membatik dengan segenap jiwa (terharu). Maka tak heranlah jika Batik Batang Rifaiyah telah kondang hingga ke berbagai Mancanegara.

Batik Batang Rifaiyah telah kondang hingga ke mancanegara (Foto: infobatik.id)

Warior:

Wah, kalau begitu  untuk kulakan batikdi berbagai kota memerlukan modal besar ya?

Astried Swastika:

Tergantung jenis batik yang kita beli (tertawa).  Waktu baru awal-awal merintis usaha saya dan teman-teman kulakan batik di Cirebon cukup banyak jumlahnya.  Habisnya tak sampai sepuluh juta rupiah. Itu modal awal kami. Sejalan dengan perkembangannya, uang muter dan memang ada  tambahan modal  – khususnya untuk sewa tempat,  biaya promosi ikut event-event. Dan, kami sebagai owner merangkap founder belum bisa dapat gaji tetap (tertawa). Kami prioritaskan karyawan yang jadi motor usaha, agar usaha lancar.

Warior:

Pasar produk-produk Mahestri di kelas ekonomi mana sasarannya?

Astried Swastika:

Yang kami bidik kaum muda yang sudah bekerja, punya penghasilan. Tapi banyak juga konsumennya dari kaum ibu atau perempuan dewasa.  Kalau fashion yang untuk Kaum Warior ya mereka kelas ekonomi menengah ke atas. Produk fashion untuk pria pasarnya lumayan bagus walau pesaingnya relatif banyak. Tapi kan pembelinya tidak hanya kaum muda saja.

Warior:

Bagaimana pasar untuk busana Muslimah?

Astried Swastika:

Menjelang Lebaran  seperti ini relatif laris-manis. Busana yang non-Muslim juga demikian. Di hari-hari biasa omzetnya fluktuatif. Tapi bagi saya, hal itu saya sikapi dengan gembira saja. Kalau hati gembira, kerjanya enak. Selain itu kami punya falsafah bahwa usaha kami ini tidak semata-mata cari untung tapi idealism kami ikut merawat, mengembangkan dan melestarikan kriya batik sebagai warisan adiluhung dari leluhur kita.

Apa yang dikatakan Astrid Swastika benar sekali. Apalagi  UNESCO telah menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi  (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.

Pewawancara: Naning Pranoto

Foto: Naning Pranoto, Didien Pradoto dan Koleksi Mahestri

Diterbitkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close

Error: Contact form not found.