DR. DONNY M. SHALAHUDDIN: Memayungi Warga Dengan 4 P = Rp 50.000,00

Ditulis Oleh: Naning Pranoto


Conscientia rectae valuntatis maxima consolation est rerum incommodarum

Kesadaran bahwa suara hatinya benar mennjadi penghibur terbesar di kala kekacauan

(Cicero, 106 – 43 SM, Politikus dan Filsuf Romawi)

Jujur. Pelayanan kesehatan untuk masyarakat di Tanah Air kita saat ini melalui BPJS jauh dari sempurna, jika tak layak disebut kacau. Maka diperlukan pelayanan alternatif untuk mengatasinya. Dr. Donny M. Shalahuddin atas kesadarannya yang tulus bergerak memberikan pelayanan kesehatan bagi warga lingkungannya melalui Komunitas Dokter Keluarga (KDK).

“Saya terpanggil mendirikan KDK merupakan impian saya sejak lama, ingin memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara komplit. Ya, itu saya mulai dari lingkungan warga di mana saya tinggal. “ tutur Dokter Dons, demikian nama panggilan akrabnya, ketika berbincang dengan Warior di sebuah kafe yang berada di bibir hutan pinus yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Yang ia maksud dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara komplit melalui program 4 (empat) P, yaitu Promotif (Penyuluhan Kesehatan) – Preventif (Pencegahan) – Kuratif (Pengoabata) dan Rehabilitatif (Pemulihan).

“Jika kita melakukan promotif dan preventif dengan baik, maka masyarakat akan tahu bagaimana caranya merawat dan menjaga kesehatannya dan itu membuatnya mereka hidup sehat. Tidak sakit. Sayangnya, pemerintah kurang melakukan dua hal tersebut. Jadi masyarakat banyak yang sakit dan harus dilakukan kuratif. Ini yang memakan biaya tidak sedikit. Saya ingin mereduksi kuratif. Maka saya sosialisasikan P3K juga, agar masyarakat bisa mengatasi masalah apa yang terjadi pada dirinya atau keluarganya sebelum ada pertolongan dokter.” Tegasnya.

Dimulai Jualan Ikan Cupang

Sebelum mendirikan KDK, Dokter Dons yang pernah jadi Kepala Puskemas di wilayah Bogor Barat pada saat berusia 28 tahun, telah terbiasa melakukan bakti sosial untuk warga kurang mampu melalui yayasan sosial yang dirikan bersama istrinya, Like Natalia S. Dana yayasannya bersumber dari sebagian keuntungan hasil berbagai bisnis yang ia rintis sejak masih di bangku kuliah.

“Bisnis itu hobi Donny. Sejak di SD dia sudah bisnis lho, jualan ikan cupang. Di SMP dan SMA dia ngamen bersama teman-teman ya pentas bermain band tour ke berbagai kota saat liburan sekolah. Dia dibuatkan studi musik oleh eyangnya, lalu dia sewakan di samping untuk latihan sendiri. Waktu mahasiswa dia bisnis kulit sapi dari Garut dan buku-buku kedokteran. Otomatis anak saya, Donny, sejak semester dua tidak minta uang pada kami,” cerita Ibu Hermiati, ibunda Dokter Dons – dengan mata berbinar-binar. Bapak Suparyo, ayah Dokter Dons mengamini dengan senyuman yang menyiratkan kebanggaan.

Dokter Dons tertawa-tawa menangggapi cerita ibunya dan sikap ayahnya. Aura temali kasih sayang yang mesra antara anak dan ayah-ibunya terasa hangat. Kemudian Dokter Dons yang kini juga aktif sebagai konsultan penyehatan rumah sakit, pemegang saham di beberapa rumah sakit, distributor obat dan memiliki klinik, melanjutkan paparannya. “Saya merasa beruntung, punya kesempatan mengabdi tidak hanya praktik sebagai dokter tapi juga di bidang management rumah sakit hingga dinamika bisnisnya. Sehingga membuat saya bisa berbuat untuk sosial antara lain melalui KDK.” Sepasang bola matanya yang hitam-tajam menyorot penuh spirit.

Benar. KDK adalah merupakan kerja sosialnya. Betapa tidak? Dokter Dons hanya memungut biaya Rp 50.000,00 (Lima Puluh Ribu Rupiah) per bulan bagi anggota KDK.

Dengan biaya relatif murah itu para anggota KDK mendapat pelayanan berbasis promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, seperti yang tertera dalam poster yang menyertai tulisan ini.

Menggandeng Dokter Milenial

Dalam melaksanakan pelayanan KDK, Dokter Dons menggandeng dokter-dokter muda yang ia sebut sebagai ‘dokter milenial’. Tim Dokter Milenial ini setiap hari bertugas melayani anggota KDK dengan profesional plus ramah serta gesit, dari rumah ke rumah dengan sarana lengkap dan membawa berbagai obat sesuai keperluan. Ada juga yang berjaga untuk melayani anggota dan konsultasi. Mobil ambulans stand by 24 jam, siap mengantar anggota KDK yang perlu perawatan ke rumah sakit. Rumah kediaman Dokter Dons juga dilengkapi dengan peralatan operasi ringan. Sehingga anggota KDK yang memerlukan operasi ringan langsung bisa ditangani.

“Apa tidak rugi memberikan pelayanan yang begitu lengkap dengan biaya relatif sangat murah, hanya seharga semangkok bakso di restoran ibaratnya, untuk pelayanan per bulan?” Warior penasaran.

“Jika dihitung secara bisnis ya rugi.” Dokter Dons tertawa, “Tapi kan saya sudah bilang itu impian saya sejak lama yang ingin saya lakukan. Itu kerja sosial saya dan istri saya. Jika ada yang mau menyumbang ya silakan. Tapi uangnya tidak masuk ke rekening yayasan saya. Melainkan untuk membiayai anggota KDK yang uangnya terbatas. Atau diberikan untuk tukang sapu, tukang sampah atau tukang kebun. Alhamdulillah, sudah ada yang menyumbang dan sudah kami salurkan. Maka setiap pagi tim dokter KDK ada yang memeriksa tensi tukang kebun, tukang sampah yang kerja di sekitar komplek di sini.” Papar Dokter Dons dengan nada bahagia.

Mengikuti Suara Hati

Dokter Dons adalah pribadi yang menjalani hidup dengan prisip ‘ser-san’: serius tapi santai. Demikian pula istrinya. Sehingga Dons dan Like menjadi pasangan suami-istri yang kompak berhias tawa bersama kedua putra-putrinya. Mereka menjalani hidup selaras dengan mengikuti suara hati. Maka tak memerlukan pencitraan dan pamer gengsi yang bersifat materi. Ke mana-mana Dons-Like mengendarai motor.

“Waktu muda saya tidak sempat naik motor,” ucap Dokter Dons, lelaki kelahiran tahun 1970 itu. Demikian juga ketika ia harus ke Jakarta melakukan operasi di rumah sakit atau di kliniknya, cukup naik bis karena mengendarai mobil dianggap menyulitkan dirinya. Sopir-sopirnya ditugaskan beroperasi di berbagai sektor bisnis dan melayani karyawannya. “Saya dan istri cukuplah hidup begini saja. Bagi kami yang penting menjadikan anak-anak sesuai dengan cita-citanya dan membayar karyawan dengan lancar.” Demikian prinsipnya.

Bercelana pendek dipadu T-Shrirt merupakan pakaian sehari-hari Dokter Dons di luar dinasnya. Ia baru tampil rapi dalam kondisi kedinasan dan itu membuat teman-temannya tertawa dan membelalak sambil berteriak, “Rapi…rapi oeiii…!” – Dokter Dons tertawa sambil menanggapi dengan sikap dan kalimat jenaka. Itulah pembawaan aslinya yang membuat dirinya menjadi tokoh favorit.

Dalam usianya yang telah memasuki kepala lima ada satu hal yang membuatnya bahagia, “Putri saya, si sulung sudah berhasil menyelesaikan studinya. Alhamdulillah, sekarang sudah bisa membantu mengelola bisnis kami. Putra saya, si bungsu selain sudah tahu apa cita-citanya, dia juga bisa main music – menguasai beberapa alat music dan saya bisa membelikan dia beberapa gitar. Saya dan istri mampulah memenuhi kebutuhan mereka. Saya ingat, waktu baru jadi dokter kerja sampai larut malam. Pulang ke rumah anak-anak sudah tidur. Berangkat kerja anak-anak belum bangun. Sedih rasanya. Maka saya lalu memutuskan untuk tidak praktik secara penuh agar bisa berama anak-anak. Saya bahagia sekali, ketika pertama kali bisa antar sekolah anak-anak.” Kenangnya.

Kebahagiannya yang mendalam juga dirasakannya ketika ia bisa mendirikan KDK bersama istrinya. Langkah berikutnya, ia berharap bisa membangun sebuah klinik untuk memperkokoh eksistensi KDK bekerjasama dengan pengelola komplek perumahan asri bak swargo tiban di mana Dokter Dons tinggal bersama keluarganya. *

Foto: Naning Pranoto dan Koleksi Dokter Donny

Diterbitkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close

Error: Contact form not found.