MENTOR NANING PRANOTO
Writing for Therapy (WfT) atau Menulis untuk Terapi bertujuan untuk pencerahan jiwa melalui pelepasan: kegiatan menulis. WfT untuk semua orang, tanpa mengenal usia dan strata pendidikan maupun kelas ekonomi. Dengan kata lain, siapa saja berhak melakukannya tanpa pandang bulu. Wft bisa dilakukan sendiri dengan panduan buku ini atau melakukannya bersama-sama dengan dibimbing tutor penulis kreatif disertai terapis.
Sebagai contoh, anak-anak korban bencana alam, anak-anak penderita kanker atau yang menjadi korban pelecehan seksual, bisa diterapi melalui menulis apabila mereka sudah lancar menulis huruf. Hal serupa juga bisa diterapkan untuk kaum lansia yang mengalami stress, depresi maupun trauma. Jadi, menulis untuk terapi ini bukan hanya buat kaum muda dan kaum terpelajar. Kegiatan menulis untuk terapi adalah milik semua orang yang memerlukannya agar sehat jiwa dan raga lepas-bebas dari tekanan batin.
Alat yang yang dipergunakankan untuk menulis sangat ekonomis. Yaitu cukup selembar kertas bergaris dan pena. Bukan laptop. Karena, menulis dengan menggunakan laptop atau mesin tulis tak ada sensasi terapinya. Sebaliknya, menulis dengan pena ya, menulis dengan tangan (handwriting) memberikan sensasi terapi secara fisik maupun psikis. Walau kini sistem handwriting diolok-olok sebagai ‘proses menulis lambat’ dan jadul. Menulis dengan menggunakan laptop atau jenis mesin tulis lainnya disebut ‘proses menulis cepat’ dan canggih.
Menulis untuk terapi ditulis dengan tulisan tangan huruf miring (cursif) seperti contoh berikut ini:
Mengapa harus menulis dengan tangan berhuruf miring? Tulisan tangan tidak hanya meningkatkan motorik syaraf-syaraf pergelangan tangan tapi puting pena kala digoreskan getarannya merangsang kerja otak kiri dan otak kanan seimbang. Efeknya memperaktif memori – tegas Dr. Katya Feder dari University of Ottawa School of Rehabilititation – Kanada, seorang terapis okupasi. Dengan aktifnya memori seseorang akan menjadi rileks, kreatif dan produktif karena jernih pikirannya. Jika menterapi diri menulis dengan laptop atau jenis mesin tulis lainnya, ‘sensasi’ getaran untuk merangsang otak nihil.
Menulis dengan sistem ini jika diterapkan pada anak-anak umumnya (tidak hanya korban trauma) sangatlah bagus. Karena tarikan kala menulis dengan tangan penuh konsentrasi menuntun sikap anak menjadi lembut tapi tegas serta tekun. Dalam kondisi seperti itu memberi peluang si penulis (semua usia) bisa berpikir tenang, bahkan penuh pertimbangan untuk bisa menulis secara tuntas. Dalam proses terapi, ketenangan diperlukan agar uneg-uneg yang menyumbat perasaan si penderita tercurah tuntas
Secara phisik, saat menulis dengan tangan – dapat memposisikan diri senyaman mungkin sesuai dengan kehendak hati. Misalnya, menulis sambil sandaran di tempat tidur atau duduk rileks atau tengkurap di lantai. Bahkan di kebun misalnya. Secara psikis tak dibebani dengan aturan ‘mesin tulis’ yang kadang bikin ribet karena programnya yang terlalu canggih. Atau mungkin tak terjangkau harga atau situasinya. Perlu pula dicermati, pada saat tangan menggoreskan huruf di atas kertas, mata pena bergetar dan itu akan memperlancar peredaran darah si penulis. Dampaknya, ketegangan (tense) jiwa pun tereduksi oleh kata-kata yang dicurahkan melalui tulisan.
Menulis untuk terapi bisa dilakukan kapan saja, jika kondisinya mendesak karena adanya tekanan jiwa yang sulit diatasi. Idealnya waktu menulis, tiap pagi atau menjelang tidur. Pastikan tubuh dan busana bersih dan segar. Ciptakan suasana tenang, aman dan nyaman, agar dapat berkonsentrasi sepenuhnya. Harumkan ruangan dengan semerbaknya aromatherapy atau bunga segar maupun aroma rempah. Itu, jika WfT dilakukan secara individual. Bila menulis untuk terapi dilakukan secara kolektif dibimbing tutor dan didampingi terapis, jadual menulis sesuai dengan agenda yang diberlakukan. Yang jelas, menulis secara individu maupun bersama, hasilnya akan sama jika dilakukan dengan serius dan sepenuh hati.